Liputan dan Dokumentasi Upacara Api Homa Pemberkahan dan Penyeberangan Amitabha Buddha Dalam Rangka Hari Cheng Beng

Temen – temen,
berikut ini adalah dokumentasi Upacara Pemberkahan dan Penyeberangan Amitabha Buddha Dalam Rangka Hari Cheng Beng

Liputannya adalah sebagai berikut

Setiap tahun Bulan 3 tanggal 3 lunar, sering kita sebut dengan peringatan “Qing Ming / Cheng Beng” dimana keluarga pergi ke makam keluarga untuk membersihkan makamnya serta mempersembahkan makanan dan membakar kertas sembayang untuk leluhur tersebut. Untuk memperingati hari tersebut, Vihara Vajra Bhumi Sriwijaya menyelenggarakan Upacara Api Homa Pemberkahan dan Penyeberangan Amitabha Buddha. Upacara yang dimulai pukul 16.00 WIB ini dipimpin oleh V.A Lian Yuan (釋蓮元金剛上師主壇), di dampingi oleh para Bhikkhu Lhama dan Pandita Lokapalasraya.

Sebelum upacara dimulai, umat sedharma terlihat sibuk mengisi formulir pendaftaran untuk mendaftarkan keluarga mereka, baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal. Karena perayaan qing ming ini 1 tahun hanya 1 kali. Dengan mendaftarkan keluarga kita yang masih hidup di formulir pemberkahan dan kayu homa, walaupun mereka tidak hadir mengikuti upacara tersebut, Maha Guru dan para Buddha Bodhisattva tetap memberikan pancaran cahaya pemberkahaan, sehingga mereka semua sehat selalu, dan diberikan rezeki, dll. Begitu juga kita mendaftarkan keluarga kita yang telah meninggal, agar karma buruk mereka dapat terkikis dan terlahir kembali di alam yang lebih baik selain itu juga para umat banyak yang mempersembahkan peti kertas yang berisi uang, baju, sepatu, serta teratai untuk di persembahkan ke leluhur.

Acara di awali dengan penjemputan V.A. Lian Yuan yang di lanjutkan dengan menyanyikan lagu “Lu xiang zan”. Kemudian puja bakti dimulai dari mantra pembersihan hingga menjapa mantra yidam yaitu Amitabha Buddha “暡。阿獮爹哇。些。” (Om. a mi die wa. xie.) Setelah pembacaan mantra yidam Amitabha Buddha kita mempersilahkan Vajra Acarya untuk menempati kursi homa, kemudian Vajra Acarya memberkati kayu homa dan persembahan, memutar japamala untuk memberi pemberkahan, melakukan simabhandana terhadap tungku homa, kemudian puja homa dimulai dengan menyalakan api, memasukkan persembahan ke dalam tungku homa satu per satu dan memperagakan mudra tolak bala dan pemberkahan.

Visualisasi saat homa ini adalah, kita bervisualisasi sarana Puja berubah menjadi banyak seperti gunung dan samudra tak terhingga, semuanya dipersembahkan kepada Mulacharya, Guru Silsilah, Adinata, para Buddha Bodhisattva, semua Dewa Naga, Vajra Dharmapala, semua dipersembahkan secara sempurna. Lalu Visualisasi kita menyatu dengan yidam atau Maha Guru kemudian masuk ke tungku homa, api yang berpijar membakar diri kita yang menyatu dengan yidam, kemudian semua karma buruk berupa hawa hitam, keluar melalui pori – pori, diri sendiri menjadi bersih, api, yidam dan diri sendiri menyatu hingga tiada perbedaan. Karma buruk pun terkikis. Terakhir untuk menutup semua kekurangan dan kesalahan kita dalam melakukan pertobatan kita membaca mantra Sataksara sebanyak 3 kali. Dan melafalkan Mantra Paripurna.

Setelah upacara selesai, Bhikkhu Lhama menyampaikan dharmadesana tentang, berapa kali kita harus melakukan penyeberangan (Ulambana)? Jawabannya adalah setiap kali ada upacara penyeberangan harus melakukan penyeberangan. Setiap ada upacara penyeberangan, sangatlah baik sekali kita mendaftarkan leluhur kita pada upacara tersebut. Kemudian ada yang bertanya apakah kita membakar kertas sembayang ada manfaatnya? Maha guru pernah mengatakan asalkan anda mempersembahkan barang itu dengan niat dan tulus mempersembahkan barang tersebut. Maka barang itu akan menjadi kenyataan untuk yang dipersembahkan. Jika anda tidak mempunyai niat untuk mempersembahkannya atau hanya ikut – ikutan saja, maka hal itu tidak akan berguna. Karena sama saja dengan anda memboroskan uang. Semua yang kita lakukan itu berawal dari niat kita.

Bhikkhu Lhama juga memberitahukan bahwa Zhen Fo Zong memiliki kelebihan yaitu, Bodhisattva Ksitigrabha menganugerahkan kepada Maha Guru yaitu bendera 7 bintang. Dimana kelebihan ini dapat digunakan saat melakukan upacara penyeberangan. Untuk leluhur kita yang semasa hidupnya tidak mengenal Buddha Dharma, dengan adanya bendera 7 bintang ini, apabila sinarnya mengenai arwah tersebut maka arwah tersebut pasti akan terseberangkan.

Setelah dharmadesana dari Bhikkhu Lhama, Vajra Acarya menyampaikan dharmadesana kepada umat yang hadir. Inti dari ceramah Beliau adalah kita ke vihara selain mengikuti puja bakti, kita juga harus mendengarkan ceramah, dan semua hal itu harus dilakukan dengan sukacita. Sebenarnya mendengarkan ceramah, melakukan sadhana atau melatih diri dengan sukacita itu baru yang dinamakan ibadah. Dengan mendengarkan ceramah atau dharmadesana, dapat menambah pengetahuan kita mengenai Buddha Dharma, agar keyakinan kita semakin kuat terhadap ajaran Dharma dari Sang Buddha.

Kita melatih diri untuk mengikis karma kita. Sebagian orang beranggapan bahwa dengan berbuat baik selama hidup kita, tidak melakukan kesalahan, tidak mencelakakan orang. Maka ketika meninggal tidak akan masuk neraka. Sebenarnya itu merupakan anggapan yang salah. Karena jika kita hanya berbuat baik, hal itu berlaku untuk karma kita yang sekarang, tetapi karma masa lampau kita itu bagaimana? kita tidak tahu kehidupan sebelumnya pernah berbuat karma apa. Maka dari itu, melatih diri sangatlah penting. Ke vihara mengikuti puja bakti juga sangatlah penting.

Jika selama hidup ini kita sering ke vihara maka ketika kita meninggal akan tetap ingat dengan vihara. Sewaktu kita hidup suka baca mantra, ketika meninggal kita masih terbiasa untuk membaca mantra. Tapi jika kita melekat yaitu sering pergi ke bioskop maka ketika meninggal ia akan ingat bioskop dan pergi nonton bioskop. V.A. Lian Yuan memberi tahu bahwa tempat yang banyak hantunya contohnya adalah bioskop, tempat karaoke, rumah sakit, dan hotel. Karena ketika orang meninggal, dia akan teringat dengan hal – hal yang sering dilakukannya semasa hidupnya, jika orang yang suka bersenang – senang meninggal, dia akan ke tempat yang sering di kunjunginya tersebut. Jika semasa hidup orang tersebut sangat menyukai uang, maka ketika orang tesebut meninggal sanak saudaranya harus banyak membakarkan uang untuknya. Seperti leluhur kita jika hanya mengetahui uang saja dan tidak mengerti Buddhadharma. Makanya kita sebagai keturunannya membakarkan peti kertas yang banyak berisi uang, dll. Sebaiknya kita sebagai umat Zhen Fo Zong bisa menambahkan di dalam peti tersebut kertas mantra (Qi Fo Jin, dll) agar leluhur kita dapat terseberangkan. Kenapa kita umat Zhen Fo Zong masih ada membakar kotak (peti) kertas tersebut, padahal dalam agama buddha tidak ada penjelasannya? Memang benar, tetapi karena leluhur kita sudah meninggal puluhan tahun dan tidak mengerti akan Buddhadharma, dan hanya mengenal uang maka dari itu kita mempersembahkan peti tersebut ditambahkan dengan kertas mantra agar cepat terseberangkan.

Maka dari itu, seperti yang di katakan oleh Bhikkhu Lhama, bahwa kita harus membayangkan (visualisasi) barang – barang tersebut, dan lebih baik lagi kalau kita sendiri sebagai keturunannya yang membakar peti – peti tersebut, dari pada kita meminta orang lain yang membakarnya. Karena ketika kita bakar dan membacakan mantra untuknya maka kekuatan itu akan menjadi 7x lipat besarnya, dibanding kita menyuruh orang lain untuk melakukannya. Jangan lah lupa, melakukan segala sesuatu harus dengan niat dan hati yang tulus, berikrar semoga leluhur kita dapat terlahir di sukhavatiloka, semoga dapat menerima barang – barang yang kita berikan.

V.A Lian Yuan menceritakan sebuah obrolan, tentang nenek dan kakek yang sudah tua hidup bahagia, ketika sedang santai, kakek berkata kepada nenek, “senangnya cucu kita ini, sekarang ada hari anak – anak sedunia, saat remaja ada hari valentine, cium pipi kiri dan kanan. Setelah dewasa, menikah dan punya anak, kemudia merasakan hari ibu. Saat hari ibu, si ayah dan anak akan memberi hadiah. Ketika hari ayah, ibu dan anak akan memberikan hadiah ke ayah, senang sekali rasanya. Kemudian jika sudah tua ada juga hari orang tua, lalu cucu, anak, menantu semua memberikan hadiah untuk kakek dan nenek. Senang sekali menerima hadiah.” kemudian nenek berkata, “masih ada 1 hari lagi yang terlupakan yaitu hari festival Qing ming / Cheng Beng (hari kematian) dimana keturunannya sembayang di kuburan, membersihkan kuburan dan mempersembahkan persembahan dan kertas sembayang.”

Ada sedikit cerita lelucon, “Ada seorang laki – laki yang menemui Maha Guru untuk konsultasi. Dia mengatakan kepada Maha Guru “Hidup saya ini sangatlah menderita, saya merasa kecewa dan gagal dalam hidup ini. Maha Guru, Kapankah saya bisa tidak merasakan kekecewaan dan kegagalan lagi?” Maha Guru bertanya kepadanya kekecewaan apa yang dialaminya. Dia berkata “Saya sudah kecewa dan gagal 2 kali. Pertama kali adalah istri saya lari, meninggalkan saya dan lagi semua harta dan kekayaan saya di bawah kabur pergi. Lalu saya menikah lagi untuk yang kedua, tapi juga merasakan kekecewaan juga” kemudian Mahaguru bertanya “Anda merasa kecewa kenapa? bukankah bagus, anda telah memiliki istri lagi.” laki – laki tersebut berkata “iya, yang pertama kabur meninggalkan saya, tetapi istri saya yang sekarang ini malah tidak mau kabur dan memegang uang terus….”
Maksudnya, istri pertamanya kabur membawa lari harta kekayaannya, sedangkan istri yang kedua memang tidak meninggalkannya, tetapi istrinya tersebut yang memegang kendali keuangannya tersebut.

Di akhir dharmadesana hari ini, para umat menyaksikan rekaman Maha Guru menyampaikan ceramah dharma saat berada di kota Palembang tanggal 1 Maret 2011.

Upacara berjalan dengan sukses dan sempurna, berkat pancaran cahaya adhistana dari Maha Guru dan Para Buddha Bodhisattva. Terima kasih kepada semua teman – teman yang telah berpartisipasi dan mendukung suksesnya Upacara ini, semoga Maha Guru dan para Buddha Bodhisattva selalu memberkati anda dan keluarga.
Semoga Maha Guru selalu memutar roda dharma.

Om Mani Padme Hum.

Leave a comment

Your comment